Analisis
Fenomena Timnas U-19 dan Gaya Bermain Pepepa
Timnas U-19 |
Akhir-akhir ini kita sering disuguhi oleh permainan Timnas U-19 dilayar kaca. Seperti yang kita tahu Timnas U-19 sedang dalam masa persiapan menuju Piala Asia U-19 di Myanmar, ajang ini sekaligus juga sebagai kualifikasi piala dunia Junior (under 20) ditahun berikutnya. Target yang dicanangkan tidak main-main minimal sampai ke semifinal sekaligus lolos sebagai wakil Asia ke World Cup U-20 yang akan diadakan di New Zeland tahun 2015.
Sekedar menyegarkan ingatan kita tentang kiprah timnas U-19 di AFF Cup, dimana Indonesia berhasil menjadi juara mengalahkan Vietnam dengan adu penalti. Berlanjut dengan kecemerlangan Evan Dimas dkk menjadi juara group G di kuallifikasi AFC cup U-19 dengan membekap raksasa asia, Korsel di partai pamungkas.
Banyak hal yang menarik tentunya dibalik kiprah timnas junior ini, dimulai dari pengalaman Indra Syafri yang sempat tak digaji sampai polemik tentang nasib kapten timnas Evan Dimas yang digantung dan sempat di protes korsel. Tapi sebenarnya sorotan besar yang diterima timnas U-19 lebih kepada cara bermain mereka yang ngotot, militan dan bertenaga.
Suporter sepakbola Indonesia yang sudah haus bercampur jenuh dengan prestasi timnas tiba-tiba disuguhkan oleh sebuah permainan menghibur dan berkelas. Permainan berkelas dan menghibur ini berbanding lurus dengan hasil dan prestasi yang diraih. Hal ini menyebabkan kiprah tim besutan Indra Syafri ditunggu dimana-mana.
Banyak fans sepakbola nasional yang membandingkan permainan timnas ini dengan Barca, meski sebenarnya perbandingan ini terlalu jauh dan masih terlalu dini tapi patutlah kita apresiasi dan kita dukung timnas junior kita ini. Ciri khas permainan timnas U-19 sejenak mengingatkan kita dengan gaya tiki-taka ala Barcelona. Gaya umpan-umpan pendek merapat dikombinasikan dengan pertukaran posisi dan aksi individu yang memukau.
Gaya bermain “Pepepa”
Untuk urusan penamaan gaya bermain timnas tersebut, pelatih Indra Sjafri memiliki sebutan tersendiri. Alih-alih menyebut tiki-taka, pria asal Sumatra Barat itu justru memilih nama pepepa. Pepepa
merupakan singkatan dari pendek, pendek, panjang. Dia beralasan gaya
permainan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki dan panjang, memang kerap
diterapkan anak asuhnya dalam setiap pertandingan.
merupakan singkatan dari pendek, pendek, panjang. Dia beralasan gaya
permainan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki dan panjang, memang kerap
diterapkan anak asuhnya dalam setiap pertandingan.
“Sumber daya
pemain sayap kita banyak. Kenapa lari dari kenyataan dengan meniru cara
bermain tim lain? Jarak antar pemain tidak sampai 20 meter. Kenapa yang
mudah dibuat sulit?” ujar pelatih berusia 50 tahun itu
pemain sayap kita banyak. Kenapa lari dari kenyataan dengan meniru cara
bermain tim lain? Jarak antar pemain tidak sampai 20 meter. Kenapa yang
mudah dibuat sulit?” ujar pelatih berusia 50 tahun itu
formasi 4-3-3 |
Kita kerap menyaksikan bagaimana pemain timnas mengawali serangan dari bawah. Kemudian pemain tengah seperti Hargianto dan Zulfiandi sesekali Evan Dimas menjempu bola, memainkan kombinasi umpan-umpan pendek dengan lincahnya. Kemudian tiba-tiba bola sudah dilambungkan ke sayap kepada Maldini Pali atau Ilham Udin, dengan kecepatan dribelnya mereka menyisir lapangan sambil menunggu pemain second line seperti Evan Dimas muncul di sekitar kotak pinalti. Sesekali mereka memberi crossing datar kepada striker atau bahkan menusuk dan mengeksekusi sendiri.
Gol-gol timnas U-19 banyak berasal dari umpan satu dua ditengah lapangan yang diawali oleh penetrasi dari sisi sayap. Sering juga kita melihat bek-bek timnas seperti Putu Gede, Hansamu, Faturochma dll tidak segan-segan untuk ikut menyerang dan berjibaku, berduel menghadang lawan. Tentunya peran serta semua pemain tak bisa dilepaskan disini baik saat menyerang dan bertahan dilakukan secara kolektif.
Mengapa Pepepa…?
Cara bermain timnas U-19 sebenarnya mencerminkan kekuatan sepakbola yang bisa dikembangkan orang-orang indonesia. Dari segi postur dan fisik memang cocok dijadikan gaya bermain timnas Indonesia. Dari pengamatan saya, postur pemain bola Indonesia rata-rata 170an cm dengan berat badan dibawah 70 kg. Jika kita bandingkan dengan negara-negara sepakbola dunia kita jauh tertinggal dari segi postur dan fisik.
Kita tidak mungkin bermain dengan gaya eropa yang sering mengandalkan kekuatan fisik dan bola-bola udara. Kita juga lemah dalam bertahan terutama mengatasi umpan-umpan silang lawan. Demikian juga halnya dengan gaya individual pemain Brazil atau Argentina kurang cocok dilakukan orang-orang Indonesia karena faktor postur terutama berat badan.
Bisa kita bandingkan berat badan pesepakbola Amerika latin seperti Maradona, Roberto Carlos Aguero atau Lionel Messi, meskipun tinggi mereka dibawah 170cm tapi berat badan mereka mencapai 70an kilogram. Berat badan ini sangat mempengaruhi kesetabilan dan kekuatan saat bergerak dengan bola dan beradu fisik dengan pemain lawan.
Kelebihan pemain-pemain Indonesia terutama pada kelincahan (agility), kecepatan (speed) dan militansi (daya juang). Jika kita sudah tahu kelebihan kita tentunya kita harus mampu mengambil keuntungan dari hal tersebut, disinilah gaya “pepepa” itu berperan.
Dengan kombinasi umpan kaki ke kaki ditengah lapangan sambil menarik perhatian gelandang dan bek-bek lawan, tiba-tiba pemain sayap menusuk dengan kecepatan dan kelincahannya, diakhiri dengan crossing mendatar kedepan ataupun sekali-kali melakukan kombinasi dengan pemain tengah yang tiba-tiba masuk dari lini kedua.
Tentunya selain faktor visi bermain dan militansi dibutuhkan stamina yang kuat terutama dari pemain sayap dan pemain tengah. Stamina yang diatas rata-rata mutlak dibutuhkan dengan cara main seperti ini, mungkin itulah sebabnya pelatih menetapkan standar VO2max yang tinggi untuk pemain timnas U-19.
Dengan gaya menyerang seperti ini timnas U-19 juga kerap mendapat serangan balik yang cepat dan langsung menuju jantung pertahanan. Oleh karena itu pemain akan selalu ditugasi untuk melakukan marking dan pressure sedini mungkin didaerah lawan meskipun dengan resiko jika bocor bek timnas akan langsung berduel satu-lawan satu atau bahkan lebih dengan penyerang lawan.
Pelajaran yang bisa kita petik dari timnas U-19 adalah menemukan jati diri yang dapat digunakan sebagai ciri khas dan kebanggaan. Kita tidak usah memaksakan diri menjadi seperti orang lain tapi menemukan sesuatu yang cocok dan bermanfaat bagi kita dengan begitu segala sesuatunya akan lebih mudah untuk dilakukan.
Kita harapkan juga supaya timnas garuda jaya ini tidak cepat puas, tetap berlatih keras dan mempunyai “rasa lapar”, seperti insan sepakbola nasional yang juga sudah sangat haus dengan prestasi timnas. Meskipun demikian expektasi dan support kita jangan membebani atau bahkan meracuni mereka supaya mereka matang pada pohon dan waktunya.
Bravo Garuda Jaya….!!!
Baca juga:
– Opini: Faktor Pelatih Penyebab MU Terpuruk
– Strong Tiki-taka ala Munchen
– Analisis: AC Milan Terpuruk Apa yang Salah..?
– Sejarah Sepakbola
– 10 Tips Latihan Jose Mourinho
– Tips Latihan Pep Guardiola
– Kritikan Mourinho Terhadap Sepakbola Indonesia
Baca juga:
– Opini: Faktor Pelatih Penyebab MU Terpuruk
– Strong Tiki-taka ala Munchen
– Analisis: AC Milan Terpuruk Apa yang Salah..?
– Sejarah Sepakbola
– 10 Tips Latihan Jose Mourinho
– Tips Latihan Pep Guardiola
– Kritikan Mourinho Terhadap Sepakbola Indonesia